27 November 2009

Lok Baintan, Pasar Terapung Terakhir

Ibu separuh baya itu mengayuh perahu kecil menembus kabut pagi menyusuri sungai. Buah jeruk dan sayur tigarun masih segar menumpuk di perahu. Beberapa ibu juga menyusul, jukung -sebutan setempat untuk perahu kecil, milik mereka berjejer, masing-masing membawa hasil alam untuk dijual di pasar terapung Desa Lok Baintan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. November bertepatan dengan musim jeruk. Panen jeruk berlimpah sehingga warga desa beramai-ramai menjualnya ke pasar. Mereka juga menjual kue tradisional, makanan, kebutuhan pokok seperti beras, minyak kelapa hingga pakaian. Suasana pasar pagi itu berubah ramai. Menuju pasar terapung di desa ini membutuhkan waktu tempuh selama satu jam perjalanan sungai dari Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Jalur darat bisa ditempuh menggunakan sepeda motor, dengan waktu tempuh sama, namun lebih berkesan melewati jalur sungai. Pasar dimulai sekitar pukul 08.00 menempati ruas Sungai Martapura. Pasar mulai berdenyut ditandai dengan kedatangan para pedagang yang mengayuh jukung satu persatu berkumpul menuju satu titik. Yang unik adalah pasar ini bergerak alias larut menyesuaikan arah arus sungai dan puncak keriuhan pasar berlangsung sekitar pukul 09.00. Transaksi jual beli berlangsung di sungai. Agak susah membedakan mana pembeli dan mana penjual, sebab para pedagang terlihat sekaligus menjadi pembeli. Waktu terbaik melihat kemegahan pasar ini adalah saat musim buah jeruk atau rambutan antara September hingga Desember. Namun sayangnya kini musim buah kerap tidak menentu karena sama dipengaruhi tidak menentunya iklim panas dan hujan saat ini. Namun bukan berarti di luar bulan di atas kita tidak bisa ke pasar tersebut. Hanya saja tetap diperhatikan bahwa pada musim panen padi suasana pasar relatif lebih sepi, karena para warga dan pedagang lebih banyak menghabiskan waktu di sawah atau ladang. Faktor musim yang tidak menentu, kualitas dan kuantitas panen hasil alam turut mempengaruhi situasi pasar. Selain itu, pasar juga dihantam oleh pergeseran budaya sungai ke budaya darat. Pasar terapung di desa ini adalah yang terakhir tersisa di Kalsel. Pasar ini dulunya banyak bertebaran tapi telah punah. Bahkan Kota Banjarmasin yang dulu memiliki pasar terapung Kuin dipastikan menyusul punah berganti dengan pasar darat. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Kuin harus menelan kekecewaan karena tidak menjumpai adanya geliat eksotisme pasar di atas air. Kepunahan pasar tradisional di daerah "seribu sungai" ini dipicu oleh kemaruk budaya darat serta ditunjang dengan pembangunan daerah yang selalu berorientasi kedaratan. Jalur-jalur sungai dan kanal musnah tergantikan dengan kemudahan jalan darat. Masyarakat yang dulu banyak memiliki jukung, sekarang telah bangga memiliki sepeda motor atau mobil. Beruntung Desa Lok Baintan masih bertahan. Desa tersebut menjadi salah satu pewaris budaya sungai termegah di Kalsel. Keberadaan sungai masih menumpu roda ekonomi masyarakat setempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar